Pasti kalian sudah tidak asing dengan kata-kata:
Pertama:
Kami poetra dan poetri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah air Indonesia.
Kedoea:
Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.
Ketiga:
Kami poetra dan poetri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.
Ya itu adalah isi dari Sumpah Pemuda yang selalu diperingati setiap tanggal 28 Oktober. Tetapi seiring waktu, Sumpah Pemuda seakan terkikis oleh waktu. Perubahan zaman yang mengarah pada modernisasi mengikis waktu yang dimana sejak akhir-akhir tahun belakangan ini justru tertinggal oleh goresan-goresan sejarah yang di makan oleh waktu.
Sumpah Pemuda adalah bukti otentik, dimana pada tanggal
28 Oktober 1928 bangsa Indonesia dilahirkan. Maka dari itu, sudah menjadi sebuah
keharusan bagi seluruh rakyat Indonesia memperingati 28 Oktober sebagai haris
lahirnya bangsa Indonesia. Proses kelahiran bangsa Indonesia ini merupakan
bukti dari perjuangan rakyat yang selama ratusan tahun tertindas di bawah
kekuasaan kolonialis pada masa itu, kondisi ketertindasan inilah yang kemudian
mendorong para pemuda pada waktu itu membulatkan tekad demi mengangkat harkat
dan martabat hidup orang Indonesia asli. Tekad inilah yang menjadi komitmen
perjuangan rakyat Indonesia hingga berhasil mencapai kemerdekaannya, yaitu pada
17 Agustus 1945.
Sedangkan rumusan Sumpah Pemuda di tulis oleh Moehammad
Yamin pada sebuah kertas, ketika Mr.Sunario sebagai utusan kepanduan tengah
berpidato pada sesi terakhir kongres. Kemudian Sumpah tersebut dibacakan oleh
Soegondo dan kemudian dijelaskan secara terperinci oleh Yamin.
Kongres Pemuda Indonesia ke-II
Gagasan penyelenggaraan Kongres Sumpah Pemuda ke-II
berasal dari Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI), dimana sebuah
organisasi pemuda yang beranggotakan para pelajar dari seluruh Indonesia. Atas
inisiatif PPPI, kongres dilaksanakan di tiga gedung yang berbeda dan di bagi
menjadi tiga kali rapat.
Rapat pertama
Sabtu 27 Oktober 1928 di Gedung Katholieke Jongenlingen
Bond (KJB), Waterlooplein (yang sekarang adalah Lapangan Banteng). Dalam
sambutannya ketua PPPI Sugondo Djojopuspito berharap kongres ini dapat
memperkuat semangat persatuan dalam setiap sanubari para pemuda. Acara
dilanjutkan dengan uraian Moehammad Yamin tentang arti dan hubungan persatuan
Indonesia, yaitu sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan dan kemauan.
Rapat kedua
Minggu, 28 Oktober 1928 di Gedung Oost-Java Bioscoop,
membahas masalah pendidikan. Kedua pembicara, Poernowoelan dan Sarmidi
Mangoensarkoro berpendapat bahwa anak harus mendapat pendidikan kebangsaan,
serta juga harus ada keseimbangan antara pendidikan di sekolah dan di rumah.
Anak juga harus di didik secara demokratis.
Pada rapat penutup di Gedung Indonesische Clugebouw yang
di jalan Kramat raya 106, Sunario menjelaskan pentingnya nasionalisme dan
demokrasi selain gerakan kepanduan. Sedangkan Ramelan mengemukakan, gerakan
kepanduan tidak dapat dipisahkan dari gerakan nasional. Gerakan kepanduan sejak
dini mendidik anak-anak disiplin dan mandiri, hal-hal yang dibutuhkan dalam
perjuangan.
Para peserta dalam Kongres Sumpah Pemuda ke-II berasal
dari berbagai wakil organisasi pemuda yang ada pada waktu itu. Seperti Jong
Java, Jong Ambon, Jong Celebes, Jong Batak, Jong Sumatranen Bond, Jong
Islamietan Bond, Sekar Rukun, PPPI, Pemuda Kaum Betawi, dll. Diantara mereka
hadir pula beberapa pemuda Tionghoa sebagai pengamat, yaitu Oey Kay Siang, John
Lauw Tjoan Hok dan Tjio Djien Kwie. Namun sampai saat ini tidak diketahui latar
belakang organisasi yang mengutus mereka. Sementara Kwee Thiam Hiam hadir
sebagai seorang wakil dari Jong Sumatranen Bond. Diprakarsai oleh AR Basweden,
pemuda keturunan Arab di Indonesia mengadakan kongres di Semarang dan
mengumandangkan Sumpah Pemuda keturunan Arab.
Sumber dari semua tulisan di atas didapat dari:
Komentar
Posting Komentar